Program Studi Tadris Bahasa Indonesia IAIN Kediri sukses melaksanakan kegiatan Diskusi Ilmiah (DIKSI) pada Jumat, 26 April 2024 di Gedung M Fakultas Tarbiyah. DIKSI merupakan kegiatan rutin Prodi Tadris Bahasa Indonesia yang dilaksanakan setiap dua bulan sekali dengan menghadirkan para pemateri hebat dan berkompeten.
Diskusi ilmiah kali ini sangat menarik dan spesial, karena menghadirkan Bapak Juwaini, S.P., yang merupakan Dewan Kesenian Kabupaten Kediri sebagai pemateri didampingi oleh Bapak Badrus Solichin, M.A., selaku dosen Tadris Bahasa Indonesia. Kegiatan ini dihadiri oleh para dosen serta seluruh mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia mulai dari angkatan 2020 hingga 2023, dengan mengusung tema “Membaca Peta Sastra dan Gerakan Literasi Kediri Raya”.
Usai menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars IAIN Kediri, serta sambutan dari Bapak Kaprodi Dr. Iwan Marwan, M.Hum., acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber. Bapak Juwaini atau lebih akrab dipanggil Cak Ju membawakan materi yang mana data-datanya murni penggalian beliau sendiri. Dalam materinya, Cak Ju menjelaskan bahwa Kediri merupakan wilayah yang mencapai puncak peradaban sastra kuno paling maju.
Beliau juga memaparkan bahwa karya sastra peninggalan para pujangga Kediri dibagi menjadi dua, yaitu berbentuk kakawin (bahasa Jawa kuno), dan berbentuk folklore (cerita rakyat/lisan). Dalam bentuk kakawin misalnya Bharata Yudha karya Mpu Panuluh dan Mpu Sedah, Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa, Kresnayana karya Mpu Triguna dan lain sebagainya. Sementara itu karya sastra berbentuk folklore dibedakan menjadi tiga macam, yakni cerita Panji, relief candi, dan cerita legenda daerah.
Cerita Panji merupakan karya sastra dari Kediri yang sangat mendunia, meliputi kisah Ande-Ande Lumut, Cindelaras/Panjilaras, Keong Mas, Timun Emas, Joko Kendil, dan masih banyak lainnya. Sedangkan folklore dalam relief candi dapat ditemukan di relief candi Surowono dan relief candi Tegowangi. Untuk folklore legenda daerah seperti kisah Tothok Kerot, Asal Usul Kediri dan Sungai Brantas, goa Selomangleng dan masih banyak lainnya. Sayangnya dalam pelestarian karya sastra ini mengalami banyak kendala, salah satunya dari faktor internal.
Beberapa faktor internal perkembangan sastra Jawa di Kediri tersebut meliputi pengelolaan organisasi yang kurang, hanya bergantung pada tokoh, lemahnya kaderisasi, kurangnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan, dan yang paling penting minimnya kesadaran untuk berkarya (menulis). Sebab menurut beliau, sastrawan Kediri sangat hebat dan memiliki banyak pengetahuan, tetapi mereka belum memiliki kesadaran untuk menulis terkait apa yang mereka kuasai.
Sejalan dengan pendapat Cak Ju, Bapak Badrus juga mengakui bahwa karya sastra di Kediri jauh lebih kaya dan kompleks dibandingkan daerah lainnya. Hanya saja kurang dalam melestarikannya. “Sayang sekali, orang Jawa tapi tidak memiliki kemampuan untuk membaca sastra Jawa,” ujar Pak Badrus menanggapi kendala pelestarian sastra Jawa tersebut.
Pak Badrus menambahkan pendapat bahwa, literasi kakawin Kediri bermanfaat untuk menumbuhkan daya pikir kritis, memperluas pengetahuan, serta membangun kesadaran. Sebab dalam naskah sastra Jawa tidak hanya berisi legenda atau fantasi belaka tetapi juga mengandung banyak petuah sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Cak Ju berpesan kepada para mahasiswa, “Kalau sekolah atau kuliah, kalian jangan hanya belajar teori, setelah ini kalian harus menulis, apa saja, budayakan untuk menulis!”
Seluruh peserta yang hadir pada acara DIKSI ini sangat antusias menyimak materi yang disampaikan oleh kedua pemateri. Tidak sedikit yang mengajukan pertanyaan untuk memperdalam pengetahuan mereka.
Kegiatan ini diakhiri oleh penampilan Cak Ju dalam bersastra, dengan membacakan tembang macapat Gambuh yang sangat syahdu. Tembang Gambuh ini memiliki makna agar setiap manusia hendaknya bekerja keras dan perlu kesabaran untuk meraih kesuksesan. Tidak hanya itu, Cak Ju juga membacakan puisi yang berjudul Kartini. Kedua penampilan tersebut sangat memukau para mahasiswa serta dosen yang telah hadir. Demikian, usai mengeksplorasi berbagai karya sastra yang ada di Kediri ini, diharapkan dapat menumbuhkan semangat literasi mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia (Red. HMPS).